PENILAIAN PRAKTIK DARING
Tahukan Anda apa itu penilaian? Kerjaan saya angon sapi (penggembala
sapi), Mas! Masak ada penilaiannya.
Menurut Permendikbud No.23 Tahun
2016, Penilaian adalah proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik.
Lho! Benar kan? Penilaian tidak ada
pada seorang penggembala. Ya! Kamu benar.
Sekilas memang aneh kalau penilaian
diterapkan di bidang lain selain pendidikan. Tapi pernahkah Anda mendengar
kalimat berikut: “Kerjamu kurang bagus”. Atau “Menyapu lantai itu yang seperti
ini”.
Kalimat tersebut muncul dari mana?
Anda tahu atau pura-pura tidak tahu. Wah! Saya bukan makanan Mas Bro. Lho! Kok
makanan. Lha itu “tahu” apa bukan makanan? Sudah jangan diteruskan membahas
makanan!
Kita kembali ke permasalahan, “Kalimat tersebut muncul dari mana?”. Orang mengatakan bahwa kerjamu kurang bagus, dan sebagaimanya karena dia memandang hasil kerjanya. Orang tersebut mengatakan seperti itu pasti mempunyai standar/ukuran.
Di dunia pendidikan juga mempunyai
standar tertentu untuk penilaian. Yang lebih gampang biasanya ada Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM).
Ada tiga ranah yang dinilai dari
siswa:
1.
Ranah Kognitif
Ranah
kognitif berhubungan dengan kemampuan berfikir, termasuk didalamnya kemampuan
menghafal, memahami, mengaplikasi, menganalisis, mensintesis, dan kemampuan
mengevaluasi. Dalam ranah kognitif itu terdapat enam aspek atau jenjang proses
berfikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi.
2.
Ranah Afektif
Ranah
afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai. Beberapa
pakar mengatakan bahwa sikap seseorang dapat diramalkan perubahannya bila
seseorang telah memiliki kekuasaan kognitif tingkat tinggi.
3.
Ranah Psikomotor
Ranah
psikomotor merupakan ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau
kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Ranah psikomotor adalah ranah yang berhubungan dengan aktivitas fisik, misalnya
lari, melompat, melukis, menari, memukul, dan sebagainya.
Pandemi Covid-19 Mengubah Segalanya
Ranah yang akan dibahas yaitu Penilaain Ranah Psikomor.
Pernahkah Anda (khusus guru) membayangkan kalau tahun ajaran baru akan
melakukan penilaian psikomotor untuk kelas virtual (daring)?
Tentu jawabnya tidak pernah terbayang. Tapi sekarang Covid-19
telah membuktikan kepada Anda untuk
melakukannya. Melakukan apa? Melakukan penilaian aspek psikomotor secara virtual.
Idealisme Anda telah dengan mudah dirubah Si Covid-19. Anda
harus sebijak mungkin dalam melakukan penilaian ranah psikomotor.
Kebijakan yang Anda ambil setidaknya tidak merugikan siswa.
Siswa yang dalam hati kecilnya sangat mengharapkan bisa bertatap muka.
Tatap muka harapan siswa menjadi terhalang oleh suatu
kebijakan. Kebijakan demi kebaikan bersama.
Kebijakan yang diambil pasti akan berdampak pada siswa dan
orang tuanya. Jangan sampai terjadi kekecewaan dari orang tua akibat keputusan
yang kurang pas dalam penilaian.
Karena pada dasarnya orang tua siswa juga mengharapkan
anaknya bisa betatap muka dalam penilaian. Demi kebaikan bersama, orang tua
rela anaknya dinilai secara daring.
Ketidakadilan kelihatan pasti akan terjadi. Apalagi penilaian
ranah psikomotor tidak hanya diikuti siswa daring saja, tetapi oleh siswa
luring juga.
“Kita harus memberi nilai lebih pada anak luring”. Kalimat
tersebut seharusnya tidak boleh muncul.
Kenapa? Kalau boleh memilih antara daring dan luring, maka
anak yang daring pasti memilih luring. Tapi mereka rela demi kebaikan semua.
Bagaimana Cara Menilai Aspek Psikomotor Untuk Kelas Virtual?
Selama yang saya tahu, ada yang memakai teknik kirim video, teknik video call, dan ada juga kirim
rekaman suara.
Dalam pemilihan teknik penilaian aspek psikomotor untuk kelas
virtual, tentunya sudah dipikirkan dampak yang ada.
Contoh teknik video untuk hafalan. Agar terlihat jujur, maka
dalam membuat video ditampilkan orang yang menyemaknya. Bila yang ditampilkan
siswa seorang, maka dikhawatirkan ada teks di depan yang dibacanya.
Di samping itu, teknik video juga berpengaruh pada kapasitas
memori. Durasi terlalu lama, maka kapasitas yang diperlukan besar juga. Sehingga
saat kirim video membutuhkan waktu yang lama. Belum lagi terkendala jaringan.
Sekarang keputusan di tangan Anda sebagai guru. Pilihan Anda
jangan sampai merugikan siswa. Idealisme Anda akan berhadapan dengan kenyataan
yang ada. Kenyataan yang belum jelas kapan berakhirnya. Kita memang berharap
pandemi ini segera berakhir. Kita boleh berharap. Tapi harapan kita berhadapan
dengan kenyataan data terkonfirmasi Covid-19 yang enjoy naik terus.
Apakah Anda akan terus berenang dalam mimpi pandemi berakhir?
Jika hal itu yang Anda pilih, maka transformasi ilmu ke anak didik tidak akan
terjadi. Dan apa yang akan terjadi?
Virus-virus kesuraman pendidikan pesaing Covid-19 akan muncul
di mana-mana Manusia akan bercengkerama dengan dunia kegelapan. Gelap karena
tidak punya ilmu.
Sambil berharap pandemi berakhir, guru harus tetap
berinovasi.
Kita gali ilmu-ilmu baru dalam mengahadapi pembelajaran kelas
virtual. Kelas virtual yang selama ini belum pernah kita pikirkan. Walaupun
kita pernah belajar ilmu tentang kelas virtual. Tapi mungkin tidak pernah
terbayangkan ilmu tersebut akan dibuktikan oleh Covid-19 untuk digunakan.
Berbagai macam model/teknik penilaian kelas virtual kita cari
dan gali. Kita cari dan gali secara mandiri. Karena pelatihan/diklat yang
selama ini diikuti guru digunakan untuk kelas nyata (bukan untuk kelas virtual)
Semoga kita bisa mengambil hikmah dibalik adanya Covid-19
yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan. Aaamiiin.
sip, makin keren tulisannya
BalasHapusMakasih pak andik, sukses
BalasHapus