SECERCAH HARAPAN_Ayamku Selamat


 
Sumber: https://kabar24.bisnis.com/read/20201114/79/1317724/harganya-mencapai-puluhan-juta-rupiah-kenapa-ayam-cemani-bisa-mahal

“Bu! Kata Pak Lukman ke Bu Santi istrinya. Bu Santi lagi mempersiapkan isi perut makanan keluarga untuk sore.

“Ada apa Pak? Tanya Bu Santi sambil mengiris-ngiris sayur persiapan pembuatan sayur asem.

“Bagaimana kalau Mbah Gio kita ajak tidur di sini? Mumpung saya liburan”, kata Pak Lukman sambil berharap Bu Santi mau menyetujui idenya.

“O iya Pak! Bu Santi menjawab dengan raut wajah gembira dengan ajakan suaminya.

“Biar Bapak (Mbah Gio) bisa refreshing”, lanjut Bu Santi meneruskan pembicaraan.

“Lho! Mana Agus Bu? Tanya Pak Lukman lagi.

“Itu dia di ruang tengah”, jawab Bu Santi menunjukkan di mana Agus sedang berada.

Pak Lukman memberi sinyal ke otot kakinya untuk melangkah ke ruang tengah di mana Agus lagi santi menonton televisi.

“Gus! Nanti kamu ikut apa tidak? Tanya Pak Lukman.

“Ke mana Yah? Tanya Agus sambil menengokkan kepalanya ke ayahnya yang tiba-tiba datang dari belakang.

“Ayah mau menjemput kakekmu untuk tidur sehari dua hari di rumah sini”, jawab Pak Lukman menjelaskan.

“Tidak Yah! Di rumah aja”, jawab Agus. “Saya ada janji dengan teman yang mau datang ke rumah”, lanjutnya.

“Nanti habis Asar, ayah dan ibumu mau jemput kakekmu”, kata Pak Lukman.

Sambil duduk santai Pak Lukman main gawai. Ia mengirim pesan wa ke Danang kalau Mbah Gio akan dijemput. Hari itu memang lagi santai karena besok libur kantor. Pak Lukman ingin liburan di rumah bersama Mbah Gio mertuanya.

“Yah! Kata Bu Santi yang tiba-tiba datang ke ruang tengah. “Kita siap-siap ke rumah Bapak”, lanjutnya.

Pak Lukman tanpa pikir panjang melangkahkan kakinya ke kamar mandi. Ia ingin menyegarkan tubuhnya yang sudah rindu bertemu dengan pujaannya.

Bu Santi sudah siap-siap menunggu sang imam. Ia akan melaksanakan Salat Asar bersama keluarga.

Setelah salat, mereka berdua melangkahkan kakinya ke halaman rumah. Bu Santi berpesan kepada Agus anaknya agar hati-hati di rumah.

Sesampainya di rumah Mbah Gio, Bu Santi mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Dari dalam terlihat sesosok lelaki muda berjalan ke ruang tengah. Dialah Danang adik bungsu Bu Santi yang setia menemani Bapaknya di rumah.

“Oo Kak Santi dan Mas Lukman, silahkan masuk! Pinta Danang setelah menjawab salam mereka sambil membukakan pintunya.

Mereka lalu berjabat tangan dengan Danang dan Mbah Gio. Rupanya Mbah Gio sudah siap menerima tawaran mereka.

“Gimana Bapak? Tanya Bu Santi ke Mbah Gio yang sedang duduk ruang tamu.

“Alhamdulillah San”, jawab Mbah Gio.

“Ayo Bapak kita langsung saja, nanti keburu malam”, pinta Bu Santi ke Mbah Gio.

Mbah Gio sebelumnya berpesan ke Danang untuk hati-hati di rumah. Beliau juga berpesan ke Danang agar tidak keluar rumah dulu.

Danang membawakan barang-barang kebutuhan Mbah Gio ke kendaraan Pak Lukman. Mbah Gio sudah bisa berjalan seperti sedia kala.

Setelah menempuh waktu sekitar 30 menitan, Mbah Gio tiba di rumah Bu Santi. Beliau masuk rumah menuju ruang tengah. Bu Santi membawa barang-barang Mbah Gio ke dalam rumah.

Mereka saling bincang-bincang di ruang tengah setelah makan sore. Mbah Gio mengatakan kalau kakinya sudah tidak kambuh lagi sehabis jatuh dari pohon nangka.

Keesokan harinya tiba-tiba Mbah Gio menghampiri Bu Santi yang lagi masak di dapur.

“San! Panggil Mbah Gio dengan tiba-tiba.

“Ada apa Pak? Tanya Bu Santi dengan wajah penasaran dengan panggilan Bapaknya.

“Antar aku sekarang ke rumah! Pinta Mbah Gio.

Mbah Gio mengatakan kalau dia khawatir dengan ayam-ayamnya. Dia lupa tidak berpesan ke Danang untuk memasukkan ayam di kandangnya.  Ayam-ayamnya kemarin ada yang kurang satu.

“Saya Wa saja Pak! Kata Bu Santi menenangkan Mbah Gio. “Tapi kok centang satu”, lanjut dia.

Bu Santi melanjutkan pembicaraan kalau nanti sampai setengah jam tidak dibuka, maka dengan terpaksa Mbah Gio diantar pulang. Mbah Gio gusar ingin cepat pulang dengan kondisi ayamnya.

Ternyata apa yang diduga Bu Santi terbukti. Hampir setengah jam lebih pesan wa ke gawai Danang masih tetap centang satu.

“Mari Bapak! Ajak Bu Santi ke Mbah Gio masuk ke mobilnya.

Dalam perjalanan, Mbah Gio terlihat tidak tenang dan sesekali meminta mobil dipercepat. Maklum ayam Mbah Gio termasuk jenis ayam mahal. Ayam berwarna hitam. Bukan hitam bulunya saja, tapi seluruh tubuhnya juga hitam.

“Lho! Kok masih pagi sudah pulang Pak! Sambut Danang yang lagi nyapu halaman depan.

“Lha kamu di wa tidak aktif”, kata Bu Santi dengan wajah sedikit tidak bersahabat.

“Ada apa Kak? Tanya Danang penasaran. “Maaf HP lagi di chas”, lanjutnya.

“Itu apa ayam-ayamnya sudah kamu masukkan di kandangnya? Tanya Bu Santi.

Danang menjelaskan kalau sore kemarin ayam-ayamnya sudah dimasukkan kandangnya dan sekarang sudah diberi makan dan minum.

Mbah Gio langsung ke kandang ayamnya. Ia ingin memastikan apakah ayam-ayamnya dalam keadaan sehat dan selamat.

“Alhamdulillah! Ayamku selamat”, ucap Mbah Gio dengan wajah gembira dan tersenyum.

Mbah Gio sangat senang karena apa yang dikhawatirkan tidak terjadi. Ia tidak menginginkan kalau ayamnya berkurang lagi. Karena sebelumnya ada yang kurang dan bangkainya diketemukan di pinggir rumah. Kayaknya bekas gigitan tikus sawah.

Salam Literasi,

AHSANUDDIN, S.Pd, M.MPd

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAPA HARUS MENULIS

SURGALAH UPAHNYA

KATA ADALAH SENJATA

PANDEMI MEMBAWA BERKAH

MIRIP SINYAL GAWAI

MENULIS SEMUDAH UPDATE STATUS

PUCUK DICINTA ULAM TIBA

BLOG MEDIA DOKUMENTASI

TIADA KATA TERLAMBAT

SANTRI SEHAT INDONESIA KUAT