SECERCAH HARAPAN_Bukuku
Sumber: http://solotourismpromotionboard.org/blogs/bukuku-lawas/536/ |
Kegagalan Amir berkunjung ke rumah pamannya tidak menjadikannya patah semangat untuk melakukan aktivitas lain. Solusi yang ia berikan atas pertanyaan ibunya akan dilaksanakan segera. Tape yang sudah disiapkan ibunya akan ia bawa ke rumah Agus dan Vina.
“Saya sarapan dulu Bu! Kata Amir ingin segera mempertemukan
perutnya dengan pujaannya. Sejak Subuh tadi perutnya protes terus karena sudah
waktunya bertemu temannya. Amir segera memberi sinyal pada otot kakinya menuju
dapur. Tangannya refleks mengambil piring yang ada di rak.
Dengan gerakan tangannya, Amir mulai memasukkan makanan ke
mulutnya. Makanan tidak banyak memberi kesempatan kepada gigi untuk berbincang.
Pembicaraan hanya berlangsung beberapa detik saja dan langsung masuk lewat
lorong tenggorokan menuju lambung.
Pertemuan makanan dengan lambung disambung dengan penuh suka cita.
Bunyi protes di dalam lambung tak terdengar lagi. Rupanya sedang ada pembicaraan
mesra antara lambung dengan makanan pujaannya.
“Saya berangkat ke rumah Vina dan Agus Bu! Kata Amir setelah
mengisi perutnya sambil membawa dua tas kresek berisi tape ke sepeda motornya.
“Ya! Hati-hati di jalan”, jawab ibunya.
Amir meletakkan kreseknya di gantungan depan di jok sepedanya. Ia
menuju rumah Vina terlebih dahulu karena lebih dulu lewat.
Sesampainya di rumah Vina, Amir memarkir kendaraannya di halaman.
Ia melangkahkn kakinya menuju pintu depan.
“Assalamu’alaikum! Ucap dia sambil mengetuk pintu rumah Vina.
“Wa’alaikum salam! Ooo kamu Mir! Ucap Vina setelah membukakan
pintunya.
Amir tidak masuk rumahnya. Ia langsung memberikan tas kresek berisi
tape ke Vina. Vina membalas dengan ucapan terima kasih atas pemberiannya.
Amir langsung pamit ke Vina. Ia bilang kalau mau ke rumah Agus.
Perjalanan dari rumah Vina ke Agus memakan waktu kurang lebih 10
menitan. Kebetulan rumah Agus melewati jalan ke sekolahnya. Saat sedang
melewati jalan sekolahnya, Amir melihat banyak kerumunan orang di jalan. Ia
melihat ada asap membumbung tinggi seperti sedang ada kebakaran.
Ia mempercepat laju sepedanya. Sesampainya dekat dengan lokasi ia
terperanga. Rupanya yang terbakar adalah Toko Fajar. Sebuah toko pelayanan foto
copy dan penjilidan.
Ia mendengar percakapan orang yang lagi menyaksikan kalau kebakaran
itu berasal dari konsleting listrik.
Yang dikhawatirkan Amir adalah buku yang kemarin ia foto copy. Buku
kamus yang pinjam ke Reza kakak kelas. Apakah bukunya ikut terbakar.
“Semoga tidak! Gumam hatinya. Amir turun dari sepedanya, ia
menuntun kendaraan di sela-sela kerumunan orang yang lagi menyaksikan
kebakaran.
Ia ingin mempercepat laju sepedanya ke rumah Agus. Begitu sampai di
rumah Agus, Amir langsung memarkir sepedanya dan berjalan ke pintu rumah. Ia mengetuk
pintu rumah Agus dan mengucapkan salam.
“Gus tadi kulihat Toko Fajar terbakar”, kata Amir langsung membuka
pembicaraan.
“Alhamdulillah! Jawab Agus dengan wajah senang.
“Lho! Kok malah bersyukur! Tanya Amir dengan wajah cemberut.
“Untung buku yang kita foto copy sudah saya ambil kemarin”, ucap
Agus menjelaskan ucapan rasa syukurnya.
“Alhamdulillah Gus! Itu yang saya khawatirkan”, kata Amir sambil
menepuk dadanya dengan telapak tangan kanannya. “Buku kamus itu kan bukan milik
kita, itu bukunya Mas Reza”, lanjut Amir berkata.
Amir akhirnya bisa duduk santai di ruang tamu. Dia tidak lupa
memberikan kresek titipan orang tuanya.
“Apa ini Mir? Tanya Agus penasaran dengan apa yang ia terima.
“Ooo ini tape dari ibuku Gus”, jawab Amir sambil membetulkan posisi
pantatnya di atas kursi tamu.
“Makasih ya! Kebetulan ayahku sangat suka tape”, ucap Agus sambil
ke dalam membawa tape pemberian Amir.
Komentar
Posting Komentar