SECERCAH HARAPAN_Kapasitor Tak Bersahabat


Pagi itu udara sangat cerah. Matahari dengan sinarnya menerobos ventilasi dapur. Sinarnya mengingatkan ke lampu dapur untuk segera istirahat. Cukup cahaya matahari mampu menyilaukannya.

Sehabis Subuh sudah ada suara perlombaan suara piring, sendok, wajan, dan semua yang berkaitan. Hari ini suara itu tak terdengar membisu menyerupai heningnya malam sunyi.

“Yah! Kata Agus menyapa ayahnya yang lagi mengelap sepeda motornya.

“Ada apa? Tanya ayahnya.

“Mana Ibu? Tanya Agus dengan penasaran.

“Ooo ibumu istirahat, kecapekan karena mencuci baju semalam”, jawab ayahnya sambil membetulkan sepedanya pada posisi siap dipakai.

Pak Lukman mengatakan kalau capeknya ibunya karena mencuci baju tidak menggunakan mesin cuci. Mesin cucinya belum diserviskan karena Pak Lukman baru bisa membawa ke tukang servis hari ini. Kebetulan hari ini libur karena libur kantor hari Sabtu dan Minggu.

Agus tanpa pikir panjang meminta otot kakinya bekerja melangkah ke kamar. Optik alamnya ingin melihat sang bunda yang lagi mengistirahatkan diri di kamar.

Kakinya terhenti di depan kamar, ada sinyal yang ia berikan ke tangannya agar melakukan tugasnya. Sinyal kecil ia sampaikan ke telapak tangannya membuka pintu. Ia tak ingin sang bunda bangun karena kaget dengan bunyi yang keras.

Matanya mencoba menerobos lewat celah kecil pintu yang terbuka. Ibunda lagi terlelap pulas dalam alam mimpinya.

Ditutupnya kembali pintu kamar dengan pelan dan Agus melangkahkan kaki ke ayahnya lagi.

“Apanya yang rusak Yah? Tanya Agus dengan penasaran melihat mesin cuci yang istirahat lama hampir seminggu. Istirahat seminggu membuat banyak debu menempel ditutup mesin cuci.

“Kalau tercium bau kabel terbakar biasanya ada yang nggak beres Gus”, jawab ayahnya sambil memakai baju. “Ayah mau manggil Pak Marsim”, lanjut Pak Lukman menjawab.

Pak Marsim tukang becak yang biasa mangkal di gang jalan raya. Pak Lukman meminta otot kakinya bergerak melangkah ke sepeda motornya. Dia berangkat menuju pangkalan becak.

Pak Lukman meminta Pak Marsim membawa mesin cucinya ke tukang servis. Bersama Pak lukman,  Pak Marsim mengangkat mesin cuci. Pak Marsim lalu mengayuh becaknya dan dengan naik sepeda motor Pak Lukman mengikutinya.

Jarak tempat servis ke rumah Pak Lukman sekitar 500 meteran. Begitu tiba di tempat, mesin cuci diturunkan.

“Ada apa pak? Tanya Pak Joko pemilik bengkel servis mesin cuci.                   

“Ini Pak Joko tiba-tiba mati tidak mau menyala”, kata Pak Lukman.

“Sebentar saya cek dulu”, kata Pak Joko sambil mengambil alat untuk membuka mesin cuci.

Dengan keahliannya Pak Joko membuka bagian belakang. Ia ambil tutup belakang terlihat ada yang gosong.

“Wah! Rupanya kapasitornya terbakar Pak”, kata Pak Joko sambil menunjukkan apa yang dimaksud.

“Trus gimana Pak Joko? Tanya Pak Lukman berharap nanti sore bisa diambil.

“Harus diganti kapasitornya”, Kata Pak Joko. “Di saya kapasitor yang cocok dengan mesin cuci Bapak tidak ada”, lanjutnya.

“Tolong Pak Joko”, Pinta Pak Lukman berharap.

“Kebetulan Hari Minggu ini toko langganan saya tutup Pak”, Kata Pak Joko sambil membetulkan tutup mesin cuci. “Tapi coba saya tanyakan ke teman barangkali punya”, lanjutnya.

Pak Lukman meminta sekiranya nanti sore bisa diberi kabar bisa diambil atau tidak.

“Nanti kalau ada saya hubungi saja”, Kata Pak Joko.

Dengan wajah sedikit pucat Pak Lukman bersama Pak Marsim kembali ke rumahnya. Ia nanti akan menghubungi Pak Marsim jika mesin cucinya bisa diambil.

Pak Lukman merasa kasihan istrinya kecapekan akibat mencuci manual. Pekerjaan ektra mencuci tanpa mesin cuci membuat otot-otot istrinya lelah dan butuh istirahat.

“Gimana Pak? Tanya Agus ke ayahnya yang baru pulang.

“Nanti dikabari Pak Joko Gus”, jawabnya.

Pak Lukman mengatakan ke Agus kalau kapasitor mesin cucinya sudah tidak bersahabat. Kapasitornya terbakar karena usia mesin cuci yang mungkin sudah lama. Hampir 10 tahun mesin cuci itu krasan tinggal di rumah Pak Lukman.

“Kapasitornya tak bersahabat”, kata Agus berharap ada onderdilnya.

Pak Lukman santai sejenak mengistirahatkan otot-otot tubuhnya sehabis mengantar mesin cuci. Ia bermain gawai untuk merefresh otaknya.

“Alhamdulillah Pak!”, tiba-tiba ada info lewa wa di gawai Pak Lukman dari Pak Joko.

“Nanti sore mesin cucinya bisa diambil”, lanjut wa nya.

Wajah Pak Lukman sudah bersahabat lagi. Ada hawa sejuk yang mulai menenangakan dirinya. Istrinya sudah tidak lagi terbebani dengan cucian menumpuk. Cucian yang membikin otot-otot halus istrinya capek dan keras.

Ucapan syukur tak pernah luput dari hatinya. Sore itu Pak Lukman bisa membaca mesin cucinya dari tempat servisan.

“Alhamdulillah Bu! Kata Pak Lukman ke istrinya yang lagi sibuk menyiapkan makan sore di dapur.

Bu Santi istrinya melihat mesin cuci sudah bisa dipakai. Terlihat senyuman di raut wajahnya. Senyuman manis terbebas dari beban mencuci secara manual. Ia juga tak luput  dari ucapan syukur karena mesin cucinya ditakdirkan normal lagi.

Salam Literasi,

AHSANUDDIN, S.Pd, M.MPd


Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAPA HARUS MENULIS

SURGALAH UPAHNYA

KATA ADALAH SENJATA

PANDEMI MEMBAWA BERKAH

MIRIP SINYAL GAWAI

MENULIS SEMUDAH UPDATE STATUS

PUCUK DICINTA ULAM TIBA

BLOG MEDIA DOKUMENTASI

TIADA KATA TERLAMBAT

SANTRI SEHAT INDONESIA KUAT