SECERCAH HARAPAN_Kebetulan

 


Sumber: http://www.diahdidi.com/2015/11/roti-bolang-baling.html

Hujan yang tak henti-henti membuat volume air di tanah semakin tinggi. Tanggul dan sungai saling berlomba menahan kekuatan air yang ada. Air hujan yang ada tak bosan mencari tempat-tempat rendah untuk dilewati.

Sawah dan ladang tak kuasa menahan datangnya air dalam jumlah besar. Air dengan asyiknya bergembira-ria saling meninggi di tempat yang dituju tanpa menghirau tanaman yang ada.

Tanaman persawahan pun juga tanpa protes temggelam dalam pesta air yang ada. Mereka rela mati membusuk dalam genangan air yang membumbung tinggi.

Pagi itu Amir mengepel teras depan rumahnya. Hujan deras semalaman menyebabkan air tumpah ruah di halaman rumahnya. Genangan air yang ada sampai melewati teras rumahnya. Banyak lumpur ikut asyik berenang terbawa sampai ke teras. Rupanya lumpur yang ikut tarian derasnya air merasa lelah dan banyak menumpang di atas teras.

Lumpur-lumpur di atas teras membuat pemandangan tak sedap. Dan yang lebih mengkhawatirkan bisa membuat orang terpeleset jika tidak hati-hati berjalan di atasnya.

Setelah lumpur-lumpur menyingkir karena siraman air, Amir mengelapnya dengan lap pengering. Hal itu dilakukan biar orang yang lewat merasa nyaman dan aman.

Amir lalu menyiapkan diri untuk berangkat sekolah. Ia membersihkan diri di kamar mandi.

Suasana mendung dan dingin membuat ia harus mempercepat mandinya. Tubuhnya belum bisa berkompromi dengan hawa yang semakin dingin. Tubuhnya menggigil sedikit kena terpaan air kamar mandi. Ia ambil handuk yang tebal untuk menghangatkan tubuh.

Pakaian seragam segera dikenakan dibadannya karena waktu semakin mengejar untuk segera berangkat sekolah. Ia isi perutnya terlebih dahulu dengan hidangan sarapan pagi yang sejak tadi disiapkan ibunya.

Amir kemudian pamit dan berangkat sekolah dengan mengendarai sepeda motor. Ia berangkat dalam susana langit masih mendung seolah akan turun hujan.

“Tik tik tik”, suara hujan gerimis mulai turun. Amir mempercepat laju kendaraannya karena jarak ke sekolah tinggal 100 meteran.

Begitu tiba di parkiran, air hujan semakin deras. Air berlomba-lomba untuk sampai di tanah dan berpesta di tanah.

Semua siswa saling berdesakan berjalan ke ruang kelas masing-masing. Mereka lewat teras sekolah menghindari air hujan.

Setelah setengah hari mengikuti pembelajaran, Amir dan teman-temannya pulang.

Suasana terang membuat Amir menyegerakan ke parkiran. Ia ambil sepedanya dan ditancap gasnya. Ia tidak ingin kehujanan lagi saat pulang.

“Waduh! Ucap dia sambil berkendara di atas motornya.

Ia melihat jalannya ditutup sementara karena banjir dan ada jembatan yang tidak bisa dilalui.  Tiang jembatan ada yang roboh tak kuat menahan terjangan air yang melimpah.

“Gimana nih? Gumam hatinya sambil turun dari kendaraannya.

Saat melihat suasana di depannya yang kurang kompromi, Amir memutuskan mampir ke rumah Agus.

Ia putar sepedanya menuju tujuan yang direncanakan. Bunyi perutnya membuat ia semakin tidak nyaman.

Suasana langit terlihat mendung lagi. Amir mempercepat kendaraanya ke rumah Agus. “Semoga di rumah Agus ada sesutu untuk mengurangi perang di perutku”, gumam hatinya sedikit tamak. Amir memang tahu kalau di rumah Agus biasanya tidak pernah sepi dari makanan atau cemilan.

Setiba di rumah Agus, ia langsung memarkir sepedanya di halaman. Amir malangkah ke rumah Agus. Ia ketuk pintu sambil salam.

Agus membukakan pintu sambil menjawab salam. Agus mempersilahkan Amir masuk.

Beberapa menit kemudian, hujan turun dengan deras.

“Wah! Kebetulan”, kata Amir yang sedang duduk di kursi tamu.

“Kebetulan apa? Tanya Agus sambil membersihkan meja tamu yang sedikit kotor.

“Kebetulan aku mampir ke sini, jadi tidak kehujanan Gus”, jawab Amir.

Dari dalam Agus membawa sesuatu yang menggoda Amir. Agus menghidangkan sepiring roti goreng dan segelas minuman teh hangat. “Kebetulan”, gumam hati Amir melihat apa yang ada di meja tamu.

Tanpa pikir panjang Amir langsung menyantap hidangan. Ia tak ingin perutnya makin berkecamuk.

Amir menceritakan ke Agus sebab musabab ia mampir ke rumahnya.

Amir merasa bersyukur bisa terhindar dari air hujan. Dan ia lebih bersyukur lagi karena bisa meredam kejolak perutnya yang protes ingin segera diisi. Ia bisa menuruti gejolak perutnya setelah menyantap hidangan di rumah Agus.

Amir menunggu sampai hujan reda. Ia akan pulang mengambil jalan alternatif karena jalan utama ditutup.

Setelah hampir satu jam lebih, akhirnya hujan mulai reda. Air-air yang berjatuhan sudah mulai berkurang. Rupanya air hujan  kasian melihat tanah sudah lelah karena semalam juga hujan ditambah lagi sekarang.

Amir lalu pamit untuk pulang karena hari sudah mulai sore. Ia tak ingin kemalaman pulang sekolah. Sebelum pulang, Amir melaksanakan Salat Duhur dulu di rumah Agus.


Salam Literasi,

AHSANUDDIN, S.Pd, M.MPd

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAPA HARUS MENULIS

SURGALAH UPAHNYA

KATA ADALAH SENJATA

PANDEMI MEMBAWA BERKAH

MIRIP SINYAL GAWAI

MENULIS SEMUDAH UPDATE STATUS

PUCUK DICINTA ULAM TIBA

BLOG MEDIA DOKUMENTASI

TIADA KATA TERLAMBAT

SANTRI SEHAT INDONESIA KUAT