SECERCAH HARAPAN_Mbah Gio
Sumber: https://news.detik.com/berita/d-3901804/kisah-kakek-sandang-yang-ikut-patungan-beli-pesawat-pertama-indonesia |
Sehabis Salat Duhur dan makan siang Agus istirahat. Ia langsung pulas karena capek kegiatan di sekolah ditambah peristiwa yang baru menimpanya.
Untung besok
Hari Minggu, jadi ia bisa istirahat lama. Kadang kalau malam minggu ia ingin
bermain dan tidur di rumah kakeknya. Kakeknya tinggal di desa dengan
pemandangan alam yang masih asri. Di sekitar rumah kakeknya banyak pohon.
Pekarangan kakeknya luas, sehingga hampir berbagai jenis pohon ada. Ada pohon
mangga, rambutan, jambu air, kelengkeng, nangka, dan berbagai jenis pisang.
Minggu ini Agus
berencana tidur dan main di rumah kakeknya. Biasanya ia diantar bapaknya habis
Asar.
“Yah! Saya
nanti mau ke rumah kakek”, kata agus ke bapaknya. Saat itu Bapaknya baru pulang
kerja di Kantor PLN. Ayahnya bernama Pak Lukman.
“Ooo ya! Jawab
Bapaknya. “Kamu istirahat dulu nanti sore habis Asar saya antar ke sana”,
lanjut Bapaknya menjawab.
Agus langsung
istirahat di kamar. Ia cepat terbawa dalam mimpi indahnya. Cepatnya tidur Agus
karena kecapekan kegiatan di sekolah ditambah peristiwa yang menimpanya saat
pulang.
Pak Lukman menggantungkan
bajunya di dalam kamarnya, dan tiba-tiba istrinya datang. Nama istrinya Bu
Santi.
“Yah! Panggil Bu
Santi ke suaminya.
“Ada apa Bu?
Jawab Pak Lukman sambil menoleh ke istrinya yang tiba-tiba datang di
belakangnya.
“Perasaanku kok
nggak enak”, kata Bu Santi sambil meletakkan makanan dan minuman di meja untuk
suaminya.
“Itukan perasaan
Ibu aja”, kata Pak Lukman menenangkan perasaan istrinya.
“Nanti saya
ikut ya Yah! Pinta Bu Santi ke suaminya.
“Ya! Silahkan!
Jawab Pak Lukman sambil menuju ke meja untuk makan bersama istrinya.
Setelah makan,
Pak Lukman mengajak istrinya mengerjakan Salat Duhur berjamaah. Biasanya
setelah mengerjakan salat dan wiridan, Pak Lukman dan istrinya melakukan
rutinitas membaca Al-Qur’an walau hanya satu dua halaman saja.
Sehabis
mengerjakan salat, Pak Lukman istirahat dan Bu Santi ke belakang mencuci baju.
“Assalamu’alaikum!
Ucap seorang laki-laki muda sambil mengetuk pintu depan ruang tamu. Laki-laki
muda tersebut bernama Danang. Danang merupakan adik bungsu dari Bu Santi.
Danang tiga kali salam dan mengeraskan mengetuk pintu tapi tidak juga terdengar
suara dari dalam rumah tanda ada penghuninya.
“Coba ke samping
aja Mas! Pinta Bu Titik tetangga Bu Santi. Kebetulan Bu Titik lagi menyapu
halaman samping rumahnya. “Biasanya Bu
Santi mencuci baju di belakang”, lanjutnya.
“Ooo makasih
Bu! Jawab Danang sambil menuju samping rumah Pak Lukman.
“Assalamu’alaikum!
Kak Santiii…! Ucap Danang sambil mengetuk pintu dapur.
“Kok kayak
suara Danang”, gumam Bu Santi dari dalam. Beliau berjalan ke pintu dapur di
mana arah suara salam terdengar.
“Wa’alaikumussalam!
Lho ada apa Nang? Tanya Bu Santi setelah membukakan pintunya.
“Itu Kak!
Bapak! Jawab Danang sambil mulutnya gemetaran.
Bu Santi
mendudukkan Danang di kursi dapur dan memberi ia minuman agar ia tenang.
“Bapak kenapa?
Tanya Bu Santi setelah melihat Danang agak lumayan tenang.
Danang
menjelaskan kalau Mbah Gio barusan jatuh dari Pohon Nangka saat membersihkan
rantingnya.
“Kok tidak
kirim wa atau ngebel Nang? Tanya Bu Santi.
“Tadi sudah
saya wa dan bel berkali-kali tidak diangkat”, jawab Danang sambil duduk.
“Ooo maaf HP
nya ternyata lagi di ces”, kata Bu santi sambil membereskan jemurannya.
Kaki Bu Santi
yang semula tenang mulai protes untuk bergerak jalan cepat seperti sedang lomba
jalan cepat. Ia menuju kamar suaminya. Bu Santi sebenarnya tidak berani
membangunkan suaminya yang lagi istirahat tidur di kamar. Pak Lukman biasanya
bangun sendiri karena di kamar ada jam beaker yang sudah disetel dan berbunyi pada jam tertentu.
“Pak! Pak! Pak!
Bu Santi membangunkan Pak Lukman dengan menepuk kakinya.
“Ada apa Bu?
Tanya Pak Lukman sambil duduk dari posisi tidur.
Bu Santi
mengatakan berita yang datang dari Danang. Tanpa pikir panjang Pak Lukman berjalan menemui Danang menanyakan
kebenaran beritanya.
“Sekarang
posisi Bapak di mana? Tanya Pak Lukman ke Danang.
“Tadi saya meminta
Mas Rino mengantarkannya ke Pak Mujab”, jawab Danang. Rino teman kerja sekantor
dengan Danang.
“Gini aja! Kamu
nanti berangkat ke Pak Mujab bareng saya”, pinta Pak Lukman.
Kebetulan Agus
juga sudah bangun karena ingin segera ke rumah kakeknya di desa. Ayahnya
memberitahu dia kalau kakeknya barusan jatuh dari Pohon Nangka.
“Ya Allah!
Jawab Agus. “Terus”, lanjut dia bertanya tentang rencana selanjutnya.
Ayahnya meminta
dia untuk mandi dan Salat Asar berjama’ah karena sudah masuk waktu salat.
Dengan persiapan
yang serba mendadak, Bu Santi membawa bekal dan apa yang diperlukan.
Semua sudah
naik mobil, dan Pak Lukman menyetir dengan kecepatan yang agak lumayan.
Mereka langsung
melakukan perjalanan ke rumah Pak Mujab. Pak Mujab merupakan seorang yang ahli
terapi syaraf dan urat. Beliau terkenal sampai ke luar kota walau tidak ada
papan nama di rumahnya.
Setelah
menempuh perjalanan hampir satu jam, tibalah rombongan di rumah Pak Mujab.
Kebetulan saat
itu pasien yang ada tidak terlalu banyak. Pasien-pasien yang telah diterapi
sudah mulai menyiapkan diri pulang.
“Assalamu’alaikum”,
kata Pak Lukman berada di depan pintu masuk rumah Pak Mujab.
“Wa’alaikum
salam”, jawab Pak Mujab dari dalam sambil mempersilahkan masuk rombongan
tamunya.
“Alhamdulillah
Pak Lukman! Kata Pak Mujab. Pak Mujab menjelaskan kalau Mbah Gio tidak apa-apa.
Cuma tadi pas dibawa ke sini kaki kirinya agak bengkak. Bengkaknya karena ada
otot yang sedikit keluar dari posisinya.
Pak Mujab
membetulkan dengan diolesi minyak yang ada dan sekarang sudah mulai sedikit
enak bisa bergerak.
“Alhamdulillah!
Kata Pak Lukman diikuti oleh rombongan yang ikut.
“Lalu gimana
Pak? Apa boleh dibawa pulang? Tanya Pak Lukman.
“Ya boleh, tapi
nunggu setengah jam lagi biar minyaknya merasuk”, jawab Pak Mujab.
Bu Santi
beserta rombongan mulai menampakkan raut wajah yang bersahabat. Kulit wajah
yang mengerut dan pucat menjadi segar terobati oleh penjelasan Pak Lukman
tentang keadaan Mbah Gio.
Komentar
Posting Komentar