SECERCAH HARAPAN_Si Biru
Sumber: https://www.nu.or.id/post/read/119502 |
“Segera pulang Si Birumu kabur”, pesan wa di gawai Amir dari ibunya. Amir seketika meminta otot kakinya mengencang untuk melangkah lari. Ia mengajak Agus kembali ke sekolah untuk mengambil tas.
Kebetulan ada
rapat para guru di sekolah setelah jam istirahat. Jadi para siswa diperbolehkan
mengerjakan tugas-tugas yang diberikan gurunya. Termasuk kelas Amir yang diberi
tugas mencari tempat-tempat wisata.
Adanya rapat di
sekolah tidak menjadikan para siswa pulang setelah istirahat. Para siswa boleh
pulang sesuai jam pulang sekolah.
Setiba di
sekolah, Amir dan Agus langsung ke kelas mengambil tasnya dan kembali menuju
tempat parkir.
“Kamu pulang
naik apa? Tanya Agus ke Amir saat di parkiran.
“Tolong antar
aku ke jalan raya, aku mau naik angkutan kota saja”, pinta Amir ke Agus
“Oke! Jawab
Agus. Agus membonceng Amir ke jalan raya. Sengatan matahari di kulit mereka
membuat air dalam tubuh gerah keluar lewat celah-celah kulitnya.
“Sudah di sini
saja, makasih ya”, kata Amir meminta Agus menghentikan sepedanya karena sudah
berada di jalan yang dimaksud.
“Saya tak duluhan
ya”, kata Agus sambil kakinya mengayuh pedal kuda besi setianya.
Amir mengangguk
sebagai tanda persetujuan. Jarak rumah Agus sekitar 200 meter dari sekolah.
Amir duduk di
halte bersama orang-orang yang juga sedang menunggu angkutan kota. Mereka tidak
menghiraukan santapan cahaya matahari yang menusuk kulit.
Pemandangan
sapu tangan mengusap wajah sudah bukan sesuatu yang asing saat menunggu di
halte.
Setelah hampir
seperempat menunggu, akhirnya Si Kuning datang juga. Kebetulan warna mobil
angkutan kota berwarna kuning.
Amir diikuti
orang-orang yang di halte mulai memasuki angkutan kota. Karena banyak anak
perempuan daripada laki-laki dan yang mau naik angkutan banyak, maka Amir
mengalah duduk dekat pintu. Ia kebagian duduk kursi kayu. Amir berpikir yang
penting bisa segera pulang.
Si Biru yang
kabur semoga bisa ditemukan kembali. Si Biru sangat lucu dan sudah jinak kepada
tuannya.
Jarak rumah
Amir ke sekolah sekitar tiga kilometer. Dalam perjalanan Amir merasa khawatir
sekali Si Biru kabur jauh dan tidak ditemukan.
“Kiri-kiri Pak!
Pinta Amir ke Pak Sopir. Uang ongkos perjalanan ia ulurkan ke pak sopir.
Bak pembalap
lari maraton, Amir menuju ke rumahnya. Ia mengucapkan salam dan langsung menuju
kamar meletakkan tasnya.
Tanpa ganti
baju ia menuju ke tempat di mana sangkar burung Si Biru digantung.
“Lha ini kok
masih ada love bird ku”, kata Amir ke ibunya.
“Ya tadi kabur
saat ada kucing naik ke atas sangkar mau menerkamnya”, jawab ibunya. Ibunya
menjelaskan kalau sangkar tadi jatuh dan tutupnya terbuka. Saat terbuka itulah
Si Biru senang hati keluar.
“Tadi saya
minta tolong ke Pak Jamran menggoda Si Biru agar mau masuk ke sangkar”, kata
ibunya.
Ibunya
bercerita kalau Pak Jamran mencoba membuka sangkar dengan diberi makanan di
dalamnya. Bahkan Si Biru terbang ke tangannya. Akhirnya Pak Jamran menangkapnya
dan memasukkan ke sangkarnya kembali.
Hati Amir
terasa bak di siram air es. Air yang berlomba keluar dari kulitnya terasa
dingin dan segar ditambah hembusan semilir angin sawah di dekat rumahnya.
Ia mendekati
sangkar burungnya dan mengintip Si Biru lagi asyik berkicau tanda salam atas
kedatangan tuannya.
Si Biru tak
henti mengoceh. Ia seakan menceritakan kejadian yang hampir merenggut nyawanya.
Si Belang Hitam sejak kemarin sudah mondar-mandir di bawah sangkar mengintai.
Seakan merencanakan niat jahat kepada Si Biru. Kucing liar yang sering datang
mencari mangsa. Kejadian tersebut bisa terlaksana karena pas dekat sangkar ada
tangga lagi disandarkan dekatnya. Sehingga kucing bisa memanjat tangga dan lompat
ke sangkar Si Biru. Akibatnya sangkar jatuh dan tutupnya terbuka. Untung “Si
Biru” Burung Love Bird bisa kabur dan selamat bertemu tuannya lagi.
Salam Literasi,
AHSANUDDIN, S.Pd, M.MPd
Komentar
Posting Komentar