SECERCAH HARAPAN_Temanku yang Baik Hati


Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=UHiVrQNDYP0

“Gus! Jangan lupa besok piket lho ya”, Kata Lola mengingatkan sambil bersiap-siap pulang sekolah.

“Oke! Makasih sudah diingatkan”, jawab Agus yang juga bersiap-siap pulang.

Tas yang sudah lama terdiam di atas bangku mulai dibawa tuannya pulang. Agus menuju parkiran mengambil sepedanya. Sepedanya dengan setia menunggu sampai sang tuan datang.

Tanpa diperintah, otot tangan dan kakinya bergerak sesuai tugas masing-masing. Tak lupa Agus menutupi optiknya dengan kacamata. Hal itu dilakukan karena banyak debu-debu berlomba-lomba mengangkasa tanpa menghiraukan apa saja di sekitarnya.

Udara panas menyengat terasa bagi setiap insan yang lewat di alam bebas. Agus memakai jaget untuk menahan sengatan panasnya cahaya matahari. Walau air dalam tubuhnya kadang protes ingin melihat dunia lewat pori-pori kulit Agus. Agus tetap tidak bergeming memakai jaketnya.

Perjalanan sudah berlangsung hampir 100 meter, rupanya ada protes dari tenggorokan yang ingin bertemu saudaranya. Cuaca panas menjadi penyebab rasa kangen tenggorokannya. Agus mampir terlebih dahulu ke Pak Amran membeli minuman segar.

Setelah menuruti rasa kangen tenggorokannya, Agus melanjutkan mengayuh sepedanya sampai di rumah.

Tiba di rumah, Agus seperti biasanya langsung memarkir sepedanya di teras rumah. Ia melangkahkan kakinya menuju pintu depan.

“Assalamu’alaikum! Ucapan salam Agus kalau masuk rumahnya. Ibunya yang sedang menyeterika baju menjawab salam dari dalam.

Pundaknya sudah lelah mengangkat tas. Tas  mulai diminta istirahat di rak buku. Agus segera ke kamar mandi ingin menyegarkan kulit dan wajahnya. Ia mengambil air wudu untuk melaksanakan Salat Duhur.

Perutnya juga mulai protes ingin bertemu teman setianya. Agus menuruti kemauan perutnya agar bisa tenang beraktifitas tanpa ada protes.

“Bu! Agus mau makan”, kata Agus meminta ijin ibunya sambil menuju dapur.

“Iya! Itu di dapur sudah siap”, kata ibunya sambil merapikan baju-baju yang sudah diseterika.

Aroma lauk dan sayur yang menggoda si liur keluar bak air terjun. Agus tetap tidak bergeming dengannya. Air liur tertelan lagi karena Agus masih mengambil nasi dan teman-temannya.

Gejolak perut yang semakin kencang membuat Agus menyegerakan memasukkan nasi ke mulutnya. Pesta riang gembira dari perut sangat terasa saat bertemu temannya. Hampir seharian si perut tidak bertemu pujaan hatinya.

Sudah tidak terdengar lagi hiruk pikuk dalam perutnya. Perutnya sudah merasa nyaman dan senang bercengkerama dengan teman pujaannnya.

Penat di kepalanya yang juga protes oleh Agus diberi kesempatan istirahat sejenak di ruang tengah. Agus menonton televisi sejenak sebelum istirahat di kamarnya.

Rupanya si empuk bantal dan guling sudah setia menunggu di kamar. Agus segera bertemu kekasihnya untuk menuju alam mimpi yang indah.

Hampir dua jam Agus tertelap dalam mimpi indahnya. Waktu Asar telah masuk, ia mandi dan siap-siap melaksanakan Salat Asar berjamaah bersama orang tuanya.

“Yah! Kata Agus selesai Salat Asar.

“Ada Apa? Jawab ayahnya sambil sambi membetulkan spion sepedanya yang keserempet mobil.

Walau tidak ditanya, ayahnya mengatakan kalau spion sepedanya disenggol mobil dari belakang. Kejadian itu saat mobil menyalib terlalu mepet sampai menyenggol spion. Spion sepeda motor ayahnya hampir lepas. Untung model spionnya  tanpa perlu baut dengan pegangannya.

“Besok minta tolong antar saya ke sekolah ya! Pinta Agus ke ayahnya dengan wajah penuh harap.

“O iyaaa”, jawab ayahnya sambil memosisikan sepedanya dalam keadaan normal.

Agus mengatakan kalau besok kebagian piket. Jadi petugas piket harus berangkat lebih pagi biar ada waktu lama menjalankannya.

Pagi telah tiba, udara pagi yang segar diiringi suara ayam dan burung-burung yang berlomba saling berkicau, Agus mempersiapkan diri berangkat ke sekolah lebih pagi.

“Bu! Maafkan Agus hari ini tidak bisa membantu”, kata Agus meminta maaf pada ibunya.

“O iya gak pa pa Gus”, jawab ibunya sambil menyiapkan makan pagi buat keluarga.

Agus diantar ayahnya ke sekolah naik sepeda motor. Jarum jam semakin berkejar-kejar menuju posisi masing-masing. Agus tidak ingin terlambat melaksanakan piket kelas.

“Lho! Kata Pak Lukman sambil terkejut ternyata jalan menuju sekolah Agus lagi ditutup total

“Maaf Pak! Jalan ditutup sementara”, kata Pak Polisi sambil mengarahkan semua kendaraan ke jalan alternatif.

Pak Lukman mendengarkan pembicaraan orang yang ada ternyata sebelum Subuh ada kecelakaan lalu lintas dan sekarang lagi olah TKP.

Pak Lukman harus memutar lebih jauh untuk menuju ke sekolah Agus. Perjalanan ke sekolah Agus hampir menambah waktu tempuh 15 menitan. Setiba di sekolah Agus berlari ke kelasnya.

“Maafkan saya teman-teman”, kata Agus begitu masuk kelas.

“Gak pa pa Gus”, kata temannya yang mengetahui penyebab keterlambatan Agus.

“Engkau memang temanku yang baik hati”, puji Agus ke temannya yang lagi menyapu kelas.

Agus dengan segera mengencangkan ikat pinggangnya mengambil sapu. Agus bersyukur temannya memakluminya. Keterlambatan menjalankan tugas bukan di sengaja oleh Agus. Walau takdir lagi tidak bersahabat dengannya tapi temannya masih memaafkannya. Sungguh gembira memiliki teman yang sadar akan kekurangannya.


Salam Literasi,


AHSANUDDIN, S.Pd, M.MPd

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MENGAPA HARUS MENULIS

SURGALAH UPAHNYA

KATA ADALAH SENJATA

PANDEMI MEMBAWA BERKAH

MIRIP SINYAL GAWAI

MENULIS SEMUDAH UPDATE STATUS

PUCUK DICINTA ULAM TIBA

BLOG MEDIA DOKUMENTASI

TIADA KATA TERLAMBAT

SANTRI SEHAT INDONESIA KUAT